Pendi On Marketing Research

Descriptive, Predictive & Diagnostic

Berkenalan dengan CRM

Posted by mrpendi pada Februari 13, 2008

Satu hal yang sangat penting bagi perusahaan adalah membina hubungan-hubungan yang baik dengan para pelanggan, pegawai, pemasok, distributor, dan partner-partner distribusinya karena hubungan baik akan menentukan nilai masa depan perusahaan yang bersangkutan. Relationship marketing merupakan suatu sistem pemasaran yang semakin diminati oleh para pemasar, kerena pemasar mulai menyadari bahwa komunikasi pemasaran yang dijalankan satu arah dan ditujukan ke semua orang sudah tidak memadai lagi karena adanya ekspektasi konsumen yang semakin tinggi dari waktu ke waktu (Chan, 2003).

Beberapa definisi relationship marketing dikemukakan oleh berbagai pihak dengan penekanan dan konteks yang berbeda-beda, namun pada intinya relationship marketing menekankan pada pengembangan dan pemeliharaan hubungan dengan konsumen dalam jangka panjang.

Maksud dan arti relationship marketing dalam area pemasaran jasa oleh Berry diartikan sebagai menarik, memelihara, dan meningkatkan hubungan dengan pelanggan (Berry, 1995), dalam definisi tersebut yang terpenting adalah bahwa menarik pelanggan baru dipandang sebagai “langkah antara” dalam proses pemasaran. Sedangkan menguatkan hubungan, merubah konsumen yang acuh menjadi loyal, dan melayani pelanggan sebagai klien harus menjadi pertimbangan penting bagi kegiatan pemasaran.

Transaction marketing biasanya lebih aplikatif untuk perusahaan jasa, sedangkan transactional marketing akan lebih aplikatif dan sesuai untuk pemasaran bagi perusahaan yang menghasilkan produk manufaktur (Gronroos, 1995).

Relationship marketing yang efektif akan menghasilkan outcomes yang positif berupa persentase konsumen yang puas yang lebih tinggi yang disebabkan oleh efektifnya komunikasi, loyalitas konsumen lebih besar.

Ada empat item relationship marketing : (Evans dan laskin 1994, dalam jurnal haruna 1996), yaitu : Understanding Customer Expectation (UCE), Building Service Partnership (BSP), Empowering Employees (EE) dan Total Quality Management (TQM).

Understanding customer expectation
Kegiatan ini melibatkan kemampuan perusahaan untuk melakukan identifikasi apa yang diinginkan oleh konsumen dan memasarkan barang dan jasa diatas tingkat yang mereka harapkan (Powers, 1988). Meskipun konsep tersebut sederhana banyak perusahaan mengalami kesulitan dalam melakukan identifikasi harapan-harapan pelanggannya karena mengalami kesenjangan antar apa yang diinginkan konsumen dengan apa yang diberikan oleh perusahaan (sudut pandang konsumen) dan adanya kesenjangan antara apa yang dipercaya oleh perusahaan tentang keinginan konsumen dengan apa yang sesungguhnya diinginkan oleh konsumen (sudut pandang perusahaan (Zeithml, et.al, 1990). Dengan memahami harapan pelanggan tentang kulitas pelayanan akan memberikan manajemen dan pegawai perusahaan untuk membuat usaha yng terkonsentrasi pada kepuasan pelanggan.

Building Service Partnership
Pelayanan kemitraan ada ketika suatu perusahaan bekerjasama secara erat dengan konsumen dan menambahkan pelayanan yang diinginkan oleh konsumen atas suatu produk perusahaan. Beberapa pertimbangan dalam membangun pelayanan kemitraan menurut Evan dan Laskin adalah: (1) kedua pihak yaitu pembeli dan penjual memiliki focus yang sama mengenai kebutuhan spesifik yang ingin dicapai dan masing-masing harus merasadalam posisi “win-win”, (2) kedua pihak merupakan kolaboratif yang harus bekerjasama mencapai tujuan bersama, (3) kedua pihak harus melakukan antisipasi adanya masalah, mitra yang baik memasukan rencana aksi yang akan dilakukan dalam menangani masalah, (4) kedua pihak bekerja dan merencanakan bagaimana menangani perubahan harga, melakukan ekspansi dan melakukan konsolidasi, (5) kedua pihak bekerja berdasarkan kejujuran dan keterbukaan dan darus memiliki komunikasi yang teratur.

Empowering Employees
Pemberdayaan karyawan biasanya dimaksudkan untuk memberikan kebebasan kepada karyawan untuk mempraktekkan kreativitas mereka dalam menyelesaikan masalah konsumen. Peran karyawan yang terdiri dari karyawan lini depan dan karyawan yang mendukungnya dibagian belakang, sangat penting bagi keberhasilan setiap organisasi jasa, mereka memainkan peran didalam penyajian jasa serta mempengaruhi persepsi pembeli. (Zeithaml&Bitner 1996). Mengingat begitu kritisnya  peran karyawan terhadap kepuasan konsumen maka para manajer dapat memikirkan beberapa hal yang yaitu (Yazid, 1999): memperkerjakan orang yang tepat, mengembangkan karyawan agar mampu menyajikan jasa yang berkualitas, memberikan sistem pendukung yang diperlukan agar kerja karyawan menjadi efektif dan efisien dan mempertahankan karyawan terbaik.

Total Quality Management (Manajemen Mutu Total)
Manajemen mutu total dapat dilihat sebagai pendekatan utama untuk mendapatkan kepuasan pelanggan dan keuntungan industri. Industri harus memahami bagaimana pelanggannya memandang mutu dan tingkat mutu yang diharapkan pelanggan. Industri harus  berusaha menawarkan mutu lebih baik dari pada saingannya. Hal ini melibatkan komitmen manajemen   dan karyawan secara total dalam usaha mencapai mutu yang lebih tinggi. Manajemen mutu total merupakan sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi.

Posted in Relationship Marketing | Leave a Comment »

Sumber Kesalahan dalam Pengambilan Sampel

Posted by mrpendi pada Februari 13, 2008

Secara umum didapati adanya beberapa sumber kesalahan dalam pengambilan sampel. Kesalahan-kesalahan tersebut adalah:

# Variasi Acak (Random Variation)

Variasi acak merupakan kesalahan sampling yang paling umum dijumpai. Sebagai contoh, misalkan seorang pemilik supermarket tertarik untuk menghitung rata-rata pendapatan per rumah tangga dalam suatu daerah tertentu. Informasi yang diperoleh akan dijadikan sebagai dasar pertimbangan bagi penyediaan jenis produk bagi masyarakat di daerah tersebut. seandainya dalam pelaksanaan pengambilan sampelnya, yaitu dalam pemilihan suatu sampel acak rumah tangga diperoleh rata-rata pendapatan rumah tangga sebesar Rp.250 juta per tahun untuk daerah tersebut, dalam hal ini kita bisa saja bercuriga bahwa sampel yang diambil mengandung kesalahan pendugaan, yakni secara kebetulan semua sampel yang dipilih mungkin berada dalam kelompok yang berpendapatan tinggi. Untuk kasus-kasus yang demikian hadirnya kesalahaan pendugaan agak mudah terdeteksi bila informasi yang diperoleh jelas meragukan, namun jika kesalahan pendugaan tidak begitu besar, tentunya kesalahan yang muncul menjadi sulit terdeteksi sehingga pada akhirnya informasi yang diperoleh akan mengarah pada pengambilan kesimpulan yang keliru.

Sebagai contoh, jika dari pengambilan sampel untuk kasus yang sama diperoleh rata-rata pendapatan rumah tangga sebesar Rp.10 juta (yang dalam hal ini mungkin masih dianggap tinggi tetapi dapat dipercaya), maka berdasarkan rata-rata pendapatan rumah tangga yang dianggap cukup tinggi itu, pemilik supermarket boleh jadi secara keliru mengasumsikan bahwa didaerah tersebut terdiri dari sangat sedikit keluarga yang berpendapatan sedang sampai rendah sehingga pemilik supermarket tersebut memutuskan untuk tidak memasarkan lini produk yang murah yg dianggap lebih menarik bagi mereka yang berada dalam komunitas yang berpendapatan sedang hingga lebih rendah. Dalam kaitannya dengan kesalahan yang ditimbulkan oleh variasi acak, peneliti hanya dapat meminimumkan munculnya kesalahan yang disebabkan oleh variasi acak dengan memilih rancangan penarikan sampel yang tepat.

# Kesalahan spesifikasi (mis-specification of sample subject)

Kesalahan yang diakibatkan oleh kekeliruan spesifikasi sangat umum dijumpai dalam pengambilan pendapat untuk pemilihan umum. Sebagai contoh, populasi sebenarnya yang hendak dipelajari untuk servei pemilihan terdiri dari mereka yang akan memililih pada hari pemilihan, namun survei pemilihan umum biasanya secara khas mengambil opini dari pendapat para pemilih yang terdaftar, walaupun dalam kenyataannya banyak diantara mereka tidak akan memilih pada hari pemilihan umum. Kesalahan spesifikasi dapat juga muncul karena daftar unsur populasi (population frame) yang tidak benar, informasi yang tidak benar pada buku catatan inventori, pemilihan anggota sampel yang keliru (seperti misalnya melakukan penggantian responden yang dituju dengan tetangga jika responden yang seharusnya ditemui tidak berada di tempat), sensivitas pertanyaan, kesalahan dalam pengumpulan informasi tentang sampel yang disebabkan oleh bias pewancara yang disengaja atau tidak disengaja, atau kesalahan-kesalahan dalam memproses informasi sampel. Bila diperhatikan nampak bahwa semua kasus yang disebutkan tersebut sebenarnya dapat dikendalikan; namun dalam kasus-kasus lainnya seperti misalnya kesalahan pengukuran dimensi kayu gelondongan atau kayu papan yang mengembang bersamaan dengan menumpuknya kelembaban penyebabnya tidak dapat dikendalikan.

Kesalahan yang disebabkan oleh salah spesifikasi populasi juga umum terjadi dalam survei pemilihan konsumen, dengan contoh umumnya hanya terdiri dari para ibu rumah tangga tidak menyertakan kaum laki-laki, wanita yang bekerja dan mahasiswa karena keadaan mereka yang relatif tidak memungkinkan terjangkau.

Untuk meminimumkan peluang munculnya kesalahan yang disebabkan oleh salah spesifikasi, peneliti dapat membuat pernyataan yang sangat hati-hati tentang tujuan survei pada permulaan studi, sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas tentang unsur-unsur yang membentuk populasi. Yang terpenting dari semua ini peneliti harus sangat hati-hati dalam mengungkapkan kesimpulan tentang populasi aktual darimana informasi sampel ditarik dan bukan menurut kondisi populasi lainnya yang jauh lebih menarik, yang barangkali hanya dalam bentuk konseptual.

# Kesalahan penentuan responden

Sumber kesalahan tambahan dalam survei sampel adalah disebabkan oleh kesalahan penetapan responden dari beberapa anggota sampel. Pada umumnya para peneliti mengasumsikan bahwa responden dan nonresponden mewakili lapisan-lapisan serupa dari populasi padahal sebenarnya ini merupakan kasus yang jarang terjadi. Sebagai contoh dalam survei konsumen yang menjadi nonresponden umumnya adalah kaum pekerja dan responden biasanya adalah ibu rumah tangga, dalam survei pendapat umum nonresponden (mereka yang menyatakan ‘tidak punya pendapat’) biasanya adalah anggota-anggota sampel yang sudah sangat mapan, yang pada umumnya lebih menyukai hal-hal seperti apa adanya. Peneliti dapat memiliki efek yang jauh lebih langsung terhadap keslahan akibat ketidaktepatan penentuan responden. Usaha-usaha yang berkesinambungan dapat dilakukan untuk mencari responden yang tepat atau dalam kasus-kasus tertentu responden dapat digantikan dengan yang lain yang dipilih secara acak.

Dalam kaitannya dengan kesalahan sampling, pengalaman adalah petunjuk terbaik untuk digunakan dalam mengenali sumber kesalahan dalam survei sampling. Para individu atau badan yang merancang atau melakukan berbagai survei dari tipe tertentu (misalnya pendapat umum, penelitian pasar, audit persediaan dan sebagainya) mengembangkan reputasi untuk mengantisipasi adanya kemungkinan perangkap tertentu yang mungkin ada dalam survei. Atas dasar pengalaman yang diperoleh, mereka akan lebih mampu merancang sampling dan metode survei untuk menghindari sumber bias dan kesalahan umum yang dapat dikendalikan sekaligus meminimumkan dampak dari sumber kesalahan yang tidak dapat dikendalikan.

# Kesalah karena ketidaklengkan cakupan daftar populasi (coverage error).

Salah satu kunci sukses dari pemilihan sampel yang baik adalah ketersediaan daftar unsur populasi (population frame) lengkap yang relevan. Kesalahan karena ketidaklengkapan cakupan daftar unsur populasi (coverage error) timbul karena ketidaktersediaan daftar kelompok tertentu di daftar unsur populasi. Kondisi tersebut menjadikan individu anggota kelompok tersebut tidak berpeluang untuk terpilih sebagai sampel dan mengakibatkan bias dalam pemilihan. Pelaksanaan pengambilan sampel dalam kondisi demikian hanya akan menghasilkan dugaan karakteristik dari populasi sasaran (target population), bukannya karakteristik dari populasi yang sebenarnya (actual population).

# Kesalahan karena ketidaklengkapan respon (Non response error)

Tidak setiap responden berkenan merespon suatu survey. Pengalaman menunjukkan bahwa individu-individu yang berada di kelas ekonomi atas dan bawah cenderung kurang merespon survey dibandingkan dengan mereka yang berada di kelas menengah. Kesalahan karena ketidaklengkapan respon (nonresponse error) muncul dari kegagalan untuk mengumpulkan data dari semua individu dalam sampel. Dengan pertimbangan bahwa jawaban dari individu sampel yang tidak merespon belum tentu sama dengan jawaban individu sampel yang merespon, sangatlah penting untuk menindaklanjuti tanggapan responden yang tidak member respon atau yang merespon tetapi tidak secara lengkap setelah suatu priode waktu tertentu. Beberapa upaya dapat dicoba (misalnya melalui surat atau telepon) untuk meyakinkan responden yang demikian agar mereka berkenan merubah pendiriannya. Bila upaya tersebut membuahkan hasil, informasi tambahan yang diperoleh dapat digabungkan dengan informasi awal yang mereka berikan untuk meyakinkan validitas hasil survey.

# Kesalahan penarikan sampel (sampling error)

Diyakini bahwa sampel yang baik merupakan miniature dari populasi. Meskipun demikian pengambilan sampel yang berulang-ulang biasanya menghasilkan besaran suatu karakteristik populasi yang berbeda-beda antar satu sampel ke sampel lainnya. Dalam hal ini kesalahan penarikan sampel (sampling error) mencerminkan keheterogenan tau peluang munculnya perbedaan dari satu sampel dengan sampel yang lain karena perbedaan individu yg terpilih dari berbagai sampel tersebut. sampling error dapat diperkecil dengan memperbesar ukuran sampel meskipun upaya ini mengakibatkan peningkatan biaya survey.

# Kesalahan pengukuran (Measurement error)

Pada umumnya kuisioner dirancang dengan tujuan untuk mengumpulkan informasi yang berguna. Data yang diperoleh harus valid dan respon yang benar harus terukur. Permasalahan yang sering timbul adalah ternyata lebih mudah membicarakan bagaimana memroleh pngukuran yang bermakna daripada melaksanakannya. Fakta membuktikan bahwa pengukuran seringkali dijalankan dengan banyak kemudahan. Pokok-pokok yang seharusnya ditanyakan pun sering kali tidak tercakup secara lengkap. Dengan demikian pengukuran yang diperoleh seringkali hanya berupa suatu pendekatan dari karakteristik yang ingin diketahui. Kesalahan pengukuran merujuk pada ketidakakuratan dalam mencatat respon yang diberikan responden karena kelemahan instrument dalam meilikih pokok pertanyaan, ketidakmampuan sipenanya ataupun karena pernyataan yang dibuat cenderung mengarahkan jawaban responden.

Posted in Sampling | Leave a Comment »

Sekilas Tentang Sampel

Posted by mrpendi pada Februari 13, 2008

Pada umumnya, setiap manusia telah memahami ide dan keuntungan-keuntungan dari pengambilan sampel dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, seseorang yang mencoba rasa suatu jenis sup dalam satu panci dengan mengambil satu sendok teh saja telah dapat menyatakan rasa dari setiap sup tersebut apakah manis, asam, asin, tawar dan sebagainya walaupun ia tidak menghabiskan isi seluruh sup dari panci tersebut. Untuk keperluan tersebut, biasanya si pencicip terlebih dahulu akan mengaduk seluruh isi sup dalam panik tersebut  untuk memastikan bahwa rasa dari sup yang dicicipinya akan sama dimanapun ia mengambil sampelnya. Contoh lain jika dari beberapa staf suatu perusahaan yang diwawancara menyatakan lebih menyukai jadwal kerja yang fleksibel, maka kita dapat memperkirakan bahwa staf yang lain (selain staf yang kita wawancara) juga memiliki kesukaan yang sama, dengan catatan bahwa staf yang kita pilih sebagai sasaran wawancara tersebut menjadi representatif (bagi seluruh staf).

Dari ilustrasi tersebut dapat diketahui bahwa ide dasar dari pengambilan sampel adalah dengan mengobservasi beberapa elemen (unsur, anggota) dari suatu populasi diharapkan mampu memberikan informasi yang berguna mengenai karakteristik populasi. Dengan demikian, seandainya di perusahaan terdapat beribu-ribu pekerja yang menjadi sasaran observasi, maka akan dapat ditemukan apa yang ingin diketahui dengan hanya mewawancarai beberapa orang dari  mereka sehingga tidak akan memboroskan dana, waktu dan tenaga.

Dalam ilustrasi di atas, kita telah menyebut kata populasi dan sampel. Agar diperoleh pemahaman yang seragam, maka akan diulas secara ringkas tentang pengertian populasi dan sampel. Sebagai mana kita ketahui bahwa hasil dari suatu pengamatan bisa berupa ukuran fisik (lebar atau luas), bisa berupa jawaban pertanyaan (ya atau tidak) atau bisa juga berupa klasifikasi (cacat atau tidak). Semua kemungkinan pengukruan yang perlu diperhatikan tersebut disebut populasi. Banyaknya pengamatan atau anggota populasi disebut ukuran populasi, sedangkan suatu nilai yang menggambarkan ciri atau karakter populasi disebut parameter (parameter merupakan suatu nilai yang stabil karena nilai tersebut diperoleh atas hasil observasi seluruh anggota populasi). Jika kita mengamati semua unsur atau anggota populasi, maka dikatakan kita melakukan sensus.

Sampel adalah sebagian anggota populasi yang dipilih dengan menggunakan prosedur tertentu sehingga diharapkan dapat mewakili populasinya. Banyaknya anggota suatu sampel disebut ukuran sampel, sedangkan suatu nilai yang menggambarkan ciri sampel disebut statistik (karena statistik diperoleh dari sampel, maka dengan adanya perbedaan sampel yang terambil, nilai statistik yang diperoleh dapberubah juga, sehingga dengan demikian bervariasi at berubah-ubah merupakan ciri statistik). Selain itu, statistik dapat juga berarti data yang berupa angka hasil pencatatan atas suatu kejadian. Sebagai contoh, statistik kependudukan Indonesia dai tahun 2000 sampai dengan tahun 2005.

Dari ulasam di atas, populasi berarti keseluruhan unit atau individu dalam ruang lingkup yang ingin diteliti. Populasi dibedakan menjadi populasi sasaran (target population) dan populasi sampel (sampling population). Populasi sasaran adalah keseluruhan individu dalam area/wilayah/lokasi/kurun waktu yang sesuai dengan tujuan penelitian. Populasi sampel adalah keseluruhan individu yang akan menjadi satuan analisis dalam populasi yang layak dan sesuai untuk dijadikan atau ditarik sebagai sampel penelitian dengan kerangka sampelnya (sampling frame). Paun yang dimaksud dengan kerangka sampel adalah selutuh daftar individu yang menjadi satuan analisis yang ada dalam populasi dan akan diambil sampelnya. 

Posted in Sampling | Leave a Comment »

Probability or Non Probability?

Posted by mrpendi pada Februari 13, 2008

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari sampel, dimungkinkan untuk melakukan ekplorasi lebih lanjut tentang karakteristik dari populasi yang menjadi tujuan observasi. Dalam hal ini, kedalaman informasi yang dapat digali terkait erat dengan skala pengukuran dari data yang terkumpul. Meskipun demikian, belum dikemukakan bagaimana caranya mengambil sampel dari populasi, dan juga tipe-tipe sampling yang mungkin dipakai dalam mengambil sampel.

Secara garis besar, metode penarikan sampel dapat dipilah menjadi dua bagian, yaitu pemilihan sampel dari populasi secara acak (random atau probability sampling) dan pemilihan sampel dari populasi secara tidak acak  (nonrandom atau nonprobability sampling).

Dalam probability sampling, pemilihan sampel tidak dilakukan secara subjektif, dalam arti sampel yang terpilih tidak didasarkan semata-mata pada keinginan si peneliti sehingga setiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama (acak) untuk terpilih sebagai sampel. Dengan demikian diharapkan sampel yang terpilih dapat digunakan untuk mendug karakteristik populasi secara objektif. Di samping tiu, teori-teori probabilitas (peluang) yang dipake dalam probability sampling memungkinkan peneliti untuk mengetahui bias yang muncul dan sejauh mana bias yang muncul tersebut menyimpang dari perkiraan. Hasil perhitungan yang diperoleh dapat digunakan untuk menyimpulkan variasi-variasi yang mungkin ditimbulkan oleh tiap-tiap teknik sampling. Selain itu untuk dapat menggunakan probability sampling, kita membutuhkan kerangka sampel (sampling frame) yaitu suatu daftar dari unit-unit sampling dalam rangka untuk mendapatkan responden dengan peluang yang telah diketahui sebelumnya.

Non probability sampling (penarikan sampel secara tidak acak) dikembangkan untuk menjawab kesulitan yang ditimbulkan dalam menerapkan metode acak, terutama dalam kaitannya dengan pengurangan biaya dan permasalahan yang mungkin timbul dalam pembuatan kerangka sampel. Hal ini dapat dimungkinkan karena kerangka sampel tidak diperlukan dalam pengambilan sampel secara nonprobability. Sayangnya, ketepatan dari informasi yang dapat diperoleh juga akan terpengaruh. Hasil dari non-probability sampling ini seringkali mengandung bias dan ketidak-tentuan yang bias berakibat lebih buruk. Permasalahan yang muncul ini tidak dapat dihilangkan dengan hanya menambah ukuran sampelnya. Alasan inilah yang mengakibatkan keengganan para ahli statistic untuk menggunakan metode ini.

Meskipun disadari adanya kemungkinan bias dalam pemilihan sampel dengan cara ini, kenyataan menunjukkan bahwa nonprobability sampling seringkali menjadi alternative pilihan dengan pertimbangan yang terkait dengan penghematan biaya, waktu dan tenaga serta keterandalan subjektifitas peneliti. Di samping itu pertimbangan lainnya adalah walaupun probability sampling mungkin saja lebih unggul dalam teori, tetapi dalam pelaksanaannya seringkali dijumpai adanya beberapa kesalahan akibat kecerobohan dari si pelaksananya. Dalam penggunaan nonprobability sampling, pengetahuan, kepercayaan dan pengalaman seseorang seringkali dijadikan pertimbangan untuk menentukan anggota populasi yang akan dipilih sebagai sampel. Pengambilan sampel dengan memperhatikan factor-faktor tersebut menyebabkan tidak semua anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih secara acak sebagai sampel. Dalam prakteknya terkadang ada bagian tertentu dari populasi tidak dimasukkan dalam pemilihan sampel untuk mewakili populasi.

Dengan menggunakan nonprobability sampling, kita dapat mengemukakan berbagai macam kemungkinan untuk memilih objek-objek, individu-individu atau kasus-kasus yang akan dijadikan sampel. Kondisi ini tentu saja akan menciptakan kesempatan terjadinya bias dalam memilih sampel yang sebetulnya kurang representative. Di samping itu, dengan penarikan sampel secara tidak acak, kita tidak dapat membuat pernyataan peluang tentang populasi yang mendasarinya. Yang dapat kita lakukan hanyalah membuat pernyataan deskriptif tentang populasi. Meskipun dalam terapannya, nonprobability sampling seringkali terbukti efektif bila teknis pelaksanaan dan konsepnya tepat dan juga memberikan kemudahan-kemudahan yang tidak dijumpai dalam teknik probability sampling, perlu dicatat bahwa prosedur-prosedur nonprobability sampling sebaiknya jangan digunakan jika tujuan dari penarikan sampel adalah untuk menarik kesimpulan (inferensi atau menarik kesimpulan tentang populasi dari informasi yang terkandung dalam sampel). Nonprobability sampling harus digunakan hanya jika kita ingin membatasi penelitian kita pada pernyataan-pernyataan deskriptif tentang sampel dan tidak membuat pernyataan-pernyataan inferensia tentang populasi. Dari pengalaman penerapan nonprobability sampling, metode penarikan sampel ini relative tepat bila digunakan pada kondisi-kondisi sebagai berikut: tahapan eksplorasi dari suatu penelitian, pengujian awal suatu angket, berhadapan dengan populasi yang homogeny, minimnya pengetahuan peneliti dalam bidang statistika dan adanya tuntutan akan kemudahan dari aspek operasional.

Posted in Sampling | Leave a Comment »

Mengapa Sampel Diperlukan?

Posted by mrpendi pada Februari 13, 2008

Dalam suatu penelitian yang ditujukan untuk mengetahui karakteristik suatu populasi, masalah penggunan sampel merupakan sesuatu yang sangat penting. Bahkan disadari dalam kehidupan sehari-hari penggunaan sampel bukan merupakan suatu hal yang asing lagi bagi masyarakat. Pada umumnya untuk memperoleh informasi tentang karakteristik suatu populasi maka tidak perlu semua anggota populasi diobservasi, tetapi cukup hanya sebagiannya saja, sebagian anggota populasi tersebut disebut sampel. Disini akan ditegaskan kembali bahwa suatu sampel adalah sebagian dari populasi yang ingin diteliti, yang ciri-ciri dan keberadaannya diharapkan mampu mewakili atau menggambarkan ciri-ciri dan keberadaan populasi yang sebenarnya.  

Dengan hanya mengamati sampel tersebut, daripada mengamati seluruh populasinya, maka akan diperoleh efesiensi baik dari segi waktu, tenaga maupun biaya. Sama halnya seperti untuk mengetahui kemanisan satu karung gula, cukup dicoba sejimpit gula saj dan tidak perlu satu karung gula tersebut dicoba semua.

Satu sampel yang baik, dalam arti diambil secara ‘benar’ akan dapat memberikan gambaran yang sebenarnya tentang populasi. Sehingga jika dalam suatu penelitian, sampelnya tidak diambil secara secara ‘benar’ maka hasilnya tidak akan dapat digeneralisasikan dan tidak dapat memberikan hasil yang sahih dalam menggambarkan keadaan sebenarnya dari populasi yang diteliti. Dengan demikian masalah penarikan sampel secara ‘benar’ menjadi sangat penting.

Pengambilan sampel (sampling) adalah suatu proses yang dilakukan untuk memilih dan mengambil secara ‘benar’ dari suatu populasi, sehingga dapat digunakan sebagai ‘wakil’ yang sahih (dapat mewakili) bagi populasi tersebut. Terkait erat dengan pengambilan sampel adalah metode yang dipergunakan untuk menyeleksi sejumlah individu dari populasi sehingga dapat menghasilkan sampel yang representatif, dalam arti sampel tersebut benar-benar mampu digunakan untuk menggambarkan populasinya.

Suatu penelitian dengan sampel biasanya disebut survei, selanjutnya cukup dilakukan hanya dengan mangamati seluruh populasi. Keadaan ini sangat berbeda dengan sensus misalnya, dimana setiap individu dalam populasi yang diteliti harus diamati.

Posted in Sampling | Leave a Comment »

Bahan Baku Riset Ilmiah

Posted by mrpendi pada Februari 13, 2008

Tujuan dari dilaksanakannya penarikan sampel maupun pengamatan terhadap seluruh individu anggota suatu populasi adalah untuk memperoleh data. Data merupakan sejumlah informasi yang dapat memberikan gambaran tentang suatu keadaan. Pada umumnya informasi ini diperoleh melalui observasi (pengamatan) yang dilakukan terhadap sekumpulan individu (orang, barang, jasa dan sebagainya). Informasi yang diperoleh memberikan keterangan, gambaran, atau fakta mengenai suatu persoalan dalam bentuk kategori, huruf atau bilangan. Fakta membuktikan bahwa suatu penelitian akan memberikan hasil yang sesuai dengan harapan bila ditunjang dengan data yang representatif. Dalam hal ini data sangat berguna sebagai dasar pembuatan keputusan terutama pada kondisi ketidakpastian. Pada umumnya kualitas keputusan yang dibuat bergantung pada kualitas data sebagai nput maupun proses pengolahan datanya untuk mendukung keputusan yang dibuat. Secara umum data digunakan untuk menyediakan informasi bagi suatu penelitian, pengukuran kinerja (performance), dasar pembuatan keputusan dan menjawab rasa ingin tahu.

Data merupakan bentuk jamak dari Datum yang merupakan informasi yang diperoleh dari satu-satuan amatan. Dengan demikian bila kita bicara mengenai tinggi badan seseorang adalah 165 cm, berarti kita berhadapan dengan datum, sedangkan bila yang dibicarakan adalah informasi tinggi badan dari para konsumen dari sebuah produk maka kita berhadapan dengan data. Data yang diperoleh dapat memberikan informasi yang berguna bila diproses secara sistematis.

Dari data yang diperoleh selain memberikan informasi yang diharapkan juga dimungkinkan untuk menghasilkan informasi yang saling kait mengkait dengan melakukan konversi tertentu. Sebagai ilustrasi, dari data jumlah jam kerja karyawan dapat diperoleh informasi tentang biaya tenaga kerja per jam bilamana data jumlah jam kerja karyawan tersebut dikalikan dengan upah per jam dari tenaga kerja yang bersangkutan. Bila data biaya tenaga kerja per jam ini dijumlahkan, akan diperoleh informasi lain dalam kaitannya dengan total biaya karyawan harian, dan seterusnya. Rangkaian informasi tersebut tentu saja merupakan masukan yang sangat berharga bagi manajemen, misalnya untuk melihat kontribusi biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja harian terhadap keseluruhan biaya operasional perusahaan. 

Posted in Sampling | Leave a Comment »

Kesalahan Dalam Pengukuran

Posted by mrpendi pada Februari 13, 2008

Pengukuran adalah pemberian angka yang merefleksikan karakteristik suatu objek. Sebuah pengukuran belum tentu memberikan nilai atau angka sebenarnya atas suatu karakteristik yang diukur, melainkan lebih cenderung hanya memberikan nilai atau angka observasi atas karakteristik yang diukur. Contohnya, jika kita mengukur luas lautan yang ada di bumi, seberapa luaskah laut itu sebenarnya? Pengukuran luas lautan memberikan suatu angka yang merupakan nilai berdasarkan hasil observasi. Misalkan hasil pengukuran tersebut menghasilkan angka 30 juta km persegi. Apakah angka ini merupakan angka sebenarnya atas luas lautan di bumi ini? Bisa jadi luas lautan sebenarnya adalah 35 juta km persegi. Dapat pula 28 juta km persegi. Selisih antara hasil observasi yang kita dapatkan dengan angka sebenarnya disebut error. Setiap pengukuran pasti mengandung unsur error (measurement error), baik itu yang sifatnya konstan maupun yang tidak konstan.

Menurut True Score Model (Malhotra, et.al., 2002), skor suatu objek yang diukur (X0) dipengaruhi oleh systematic error (XS), random error (XR), dan true score dari karakteristik objek yang diukur itu sendiri (XT). Dalam persamaan matematis, ini dapat dilambangkan sebagai berikut:

X0 = XT + XS + XR

Systematic error (XS) mempengaruhi akurasi pengukuran secara konstan (terus-menerus). Error ini mempengaruhi observed score (X0) dengan sifat yang sama setiap kali pengukuran dilakukan, misalnya karena factor mekanis, method error dan systematic respondent error. Contoh method error adalah instrument alat ukur yang tidak bekerja dengan akurat sebagaimana mestinya. Misalnya, kita menimbang berat badan petinju kelas berat dunia Mike Tyson, maka alat timbangan yang kurang sempurna dapat membuat berat badan Tyson 500 gram kurang atau lebih dari berat badan sebenarnya. Method error juga dipengaruhi oleh factor mekanis seperti instruksi yang tidak jelas kepada responden pada kuisioner, tampilan kuisioner yang tidak sempurna sehingga tidak terbaca dengan jelas oleh responden, susunan pernyataan yang terlalu padat sehingga membingungkan responden, atau kurang jelasnya cara untuk menjawab skala yang diberikan.

Contoh systematic respondent error adalah adanya social desirability bias, yaitu kecenderungan seseorang untuk menjawab pertanyaan sedemikian rupa sehingga membuat dirinya kelihatan positif sesuai dengan norma yang standar yang diakui banyak orang. Misalnya, seseorang yang memiliki social desirability bias yang tinggi akan menjawab bahwa ia sangat puas dengan pekerjaannya (over-reporting), berkomitmen tinggi terhadap perusahaan tempat ia bekerja dan berkeinginan kecil sekali (under-reporting) untuk mencari pekerjaan baru di tempat lain. Contoh lain untuk systematic respondent error adalah pengaruh factor inteligensia atau pendidikan responden. Inteligensia dan pendidikan responden bisa mempengaruhi akurasi hasil penelitian, terutama pada penelitian ilmu social. Misalkan si Dadi melakukan penelitian tentang sikap masyarakat di pesisir pantai terhadap pentingnya kelestarian terumbu karang. Tingkat pendidikan akan mempengaruhi cara berfikir mereka tentang pentingnya kelestarian terumbu karang terhadap produktivitas mereka sebagai nelayan.

Contoh systematic respondent error lainnya adalah acquiescence response sets, yaitu kecenderungan responden untuk setuju atau tidak setuju dengan item-item pada kuisioner tanpa memandang apa pun isi item yang ditanyakan pada kuisioner tersebut. ini adalah fenomena responden untuk menjawab “ya” atau “tidak” sesukanya. Dengan demikian, systematic error sifatnya melekat (inherent) dalam suatu pengukuran, baik karena error pada metode atau alat yang digunakan untuk pengukuran maupun karena error pada responden yang sifatnya permanen.

Random error (XR) mempengaruhi akurasi pengukuran karena factor transien atau factor situasional. Factor transien, seperti perubahan emosi, fisik, atau kelelahan responden bisa membuat jawaban yang diberikan responden kepada peneliti menjadi kurang atau tidak akurat. Factor situasional misalnya karena kehadiran orang lain, suara berisik atau gangguan lainnya sehingga mempengaruhi akurasi jawaban responden.

Error yang kita bahas di atas baru merupakan sebagian dari kemungkinan kesalahan yang ada. Masih ada sumber error lainnya, diantaranya non response error, yaitu kesalahan yang diakibatkan adanya beberapa responden yang termasuk dalam sampel tetapi tidak merespon penelitian. Penyebabnya bisa dua macam, yaitu menolak menjadi responden (refusals) dan sedang tidak ada ditempat (not-at-homes). Penolakan calon responden disebabkan oleh berbagai alasan,  diantaranya: tidak memiliki waktu, tidak ingin diganggu, kuisioner terlampau panjang dan kompleks, topic penelitian tidak menarik, topic penelitian merupakan isu sensitive, sikap pewancara kurang sopan, dan beraneka alas an lainnya. Selain itu ada omitted variable error, yaitu kesalahan  yang dikarenakan adanya variable yang hilang, baik sengaja maupun tidak disengaja. Tipe kesalahan berikutnya adalah sampling error, yaitu ketidakakuratan karena penentuan ukuran sampel yang salah, sampel yang dipilih tidak representative, penentuan sampling frame yang keliru dan sebagainya.

Posted in Marketing Scales | Leave a Comment »

Sekilas Tentang Segmentasi Apriori dan Post-Hoc

Posted by mrpendi pada Februari 5, 2008

Secara umum, proses segmentasi terbagi menjadi dua, yaitu: segmentasi apriori dan post-hoc. Dalam segmentasi apriori, definisi-definisi segmen diketahui di muka sebelum data mengenai penjualan produk tertentu dikumpulkan. Dalam hal ini, marketer melakukan sorting dari pasar yang luas (konsumen-konsumen) ke dalam kelompok-kelompok menurut kriteria-kriteria yang telah ditentukan. Kadang-kadang data diperoleh dari biro-biro riset, yakni mengenai perilaku konsumen secara menyeluruh, data-data psikografis, geografis, daya beli dan sebagainya. Hasilnya adalah segmen-segmen yang berisi konsumen-konsumen yang homogen yang ingin ditargetkan. Marketer tinggal memilih, segmen mana yang hendak ditargetkan dan menyesuaikan produk dan cara berkomunikasinya dengan segmen tersebut.

Struhl (1992) menyebut segmentasi apriori sebagai predetermined segmentation dan kebanyakan ahli pemasaran bila berbicara tentang segmentasi pasar pada umumnya mengacu pada pendekatan apriori. Bagi Struhl, pendekatan ini dianggap sebagai penyalahgunaan konsep segmentasi karena kelompok-kelompok itu dapat melakukan respons yang berbeda-beda terhadap produk yang berbeda. Dalam hal inilah para ahli segmentasi mengembangkan segmentasi post-hoc.

Segmentasi post-hoc sedikit berbeda dan relatif agak sulit dilakukan karena peneliti dituntut untuk menguasi metode penelitian dan teknik-teknik statistik yang agak canggih. Dalam segmentasi post-hoc kita mencari kelompok-kelompok konsumen yang serupa dalam hal bagaimana mereka berperilaku, apa yang mereka pikirkan, inginkan atau ketahui, dan atau kombinasi-kombinasi variabel lainnya seperti social-ekonomi-demografi. Karena keterbatasan ketrampilan dan teknologi riset, praktisi biasanya sudah merasa puasmelihat table distribusi frekuensi yang mewakili cirri-ciri konsumen aktualnya. Padahal tabel ini masih harus diolah lagi, dikelompok-kelompokan, dan dalam beberapa hal dikaitkan dengan variabel-variabel lainnya. Analisis seperti ini akan sangat membantu marketer memahami konsumennya dan perubahan-perubahan yang terjadi di pasar dari waktu ke waktu.

Teknik-teknik statistic yang dikembangkan memang agak rumit karena bersifat multidimensional dan kompleks (Myers, 1996). Segmentasi post-hoc justru dilakukan setelah Anda melakukan kegiatan pemasaran. Anda ingin melihat siapa konsumen Anda sebenarnya (actual consumers). Struhl (1992) menyebut teknik post-hoc ini sebagai market-defined segmentation. Menurut Struhl: “Market-defined (“post-hoc”) segmentation tries to identify segments based on actual market investigations, in particular, analysis of answers to survey questions intending to predict marketplace responses.

Dengan demikian kiranya jelas bahwa segmentasi post-hoc dilakukan setelah kegiatan pemasaran dilakukan dan ditujukan untuk melihat kelompok-kelompok responden yang sekarang menjadi konsumen actual Anda. Mau mencoba??

Posted in Segmentation Research | Leave a Comment »

Apakah Merek Itu Penting?

Posted by mrpendi pada Februari 5, 2008

Pemasaran, baik sebagai fungsi maupun konsep strategi korporasi adalah hal mutlak yang harus dimengerti, dipahami sekaligus diaplikasikan oleh perusahaan dalam menjalankan bisnisnya. Pemasaran adalah tujuan paling utama sebuah perusahaan. Atas alasan itulah siapapun (unit bisnis atau orang) di dalam perusahaan haruslah memiliki perhatian yang khusus pada pemasaran.

Dari uraian di atas timbul pertanyaan, Apa satu tujuan paling penting dari pemasaran? Apa perekat yang mengikat berbagai fungsi pemasaran dalam perusahaan? Al Ries (1999) memberikan jawaban yang sangat sederhana, yaitu branding (Ries, et al, 1999)

Pemasaran pada dasarnya adalah membangun merek di benak konsumen. Jika perusahaan mampu membangun merek yang kuat, perusahaan akan memiliki program pemasaran yang tangguh pula. Jika perusahaan tak mampu, maka upaya apapun yang dilakukan, periklanan, promosi penjualan, publikasi, tidak akan mampu mencapai program pemasaran perusahaan.

Pemasaran adalah branding. Kedua konsep tersebut begitu kait-mengkait sehingga sangat sulit rasanya untuk dipisahkan. Lebih dari itu, apapun yang dilakukan perusahaan memiliki konstribusi pada proses pembangunan merek, maka pemasaran tidak dapat lagi dipandang sebagai sebuah fungsi yang terpisah dan terisolir. Fungsi pemasaran adalah hal mutlak yang harus dilakukan sebuah perusahaan dalam berbisnis. Pemasaran adalah tujuan paling utama sebuah perusahaan. Itulah sebabnya siapapun di dalam perusahaan haruslah memiliki perhatian khusus pada pemasaran, dan secara lebih khusus pada branding.

Senada dengan Ries, Guru Pemasaran Dunia, Philip Kotler (2003) menyatakan semua barang pada dasarnya adalah sebuah merek: Coca-cola, FedEx, BMW, Jogjakarta, Indonesia, Ustadz Jeffry, dan Anda juga adalah merek. Suatu merek (brand) adalah label yang mengandung arti dan asosiasi. Merek yang hebat dapat berfungsi lebih: memberi warna dan getaran pada produk atau jasa yang dihasilkan.

Presiden Direktur Sunkist Growers, Russell Hanlin berpendapat: “Sebuah jeruk adalah tetap sebuah jeruk….. adalah sebuah jeruk. Kecuali… jeruk itu adalah sebuah Sunkist, suatu nama yang dikenal dan dipercaya oleh 80% pemakan jeruk”. Hal yang sama dapat dikatakan tentang Starbucks: “Ada dua jenis kopi: kopi biasa dan kopi Starbucks”.

Apakah suatu merek itu penting? Inilah komentar Roberto Goizuerta, mantan Presiden Direktur Coca-Cola: “Seluruh bangunan pabrik dan fasilitas Coca-Cola bisa saja terbakar besok pagi, tapi Anda akan sulit menyentuh nilai perusahaan: sebenarnya, semua terletak pada goodwill yang dimiliki franchise merek kami dan pengetahuan kolektif yang dimiliki oleh perusahaan kami”. Sebuah selebaran yang dikeluarkan Johnso & Johson juga menegaskan fakta ini: “Nama dan trademark perusahaan kami adalah asset kami yang paling berharga”.

Perusahaan-perusahaan dituntut untuk bekerja keras untuk membangun dan memajukan merek mereka. Menurut David Ogilvy: “Orang bodoh sekalipun dapat menjual barang, tapi dibutuhkan seorang jenius, keyakinan dan kerja keras untuk menciptakan merek yang tekenal”.

Ciri-ciri dari suatu merek yang kuat adalah seberapa banyak orang yang setia pada dan tetap memilih merek tersebut. Harley Davidson adalah merek yang hebat dan kuat karena para pemilik sepeda motor merek ini jarang ada yang berpindah ke merek lain. Begitu juga para pengguna Apple Macintosh yang enggan berpindah ke Microsoft.

Posted in Brand Research | Leave a Comment »

Pergeseran Manajemen Pemasaran

Posted by mrpendi pada Februari 2, 2008

Relationship merupakan suatu afiliasi hubungan antara dua entitas yang memberikan manfaat bagi masing-masing pihak. Dari pengertian dasar tersebut muncul terminologi relationship marketing sebagai pergeseran dari terminologi transaction marketing (Peterson, 1995). Pergeseran paradigma tersebut
juga disebabkan oleh pelanggan yang semakin menuntut lebih banyak dan intensitas persaingan yang semakin ketat. Pemasaran relational dipandang sebagai suatu strategi dan konsumen ingin mengurangi pilihan dengan jalan ingin menjalin hubungan jangka panjang berdasarkan kesetiaan dengan pemasar (Pawitra, 1997).

Pergeseran paradigma pemasaran telah membentuk suatu konsep baru bagi manajemen pemasaran perusahaan. Perusahaan harus mempersiapkan diri dengan mengarahkan visi dan misi kearah mana kecenderungan pasar membentuk diri dan menentukan strategi pemasaran secara tepat untuk mempertahankan kelangsungan hidup, berkembang dan mendapatkan laba. Tinjauan manajerial dalam pergeseran paradigma ini mencerminkan proses atau sebagian proses pengambilan keputusan manajemen yang mencakup analisis, perencanaan, implementasi, dan pengendalian di bidang pemasaran. Pengambilan keputusan manajemen lebih memfokuskan pada keempat aspek tersebut, sedangkan tinjauan perilaku konsumen dalam pergeseran paradigma pemasaran menunjukan bahwa segala keputusan konsumen atau pelanggan dijadikan dasar untuk mengambil keputusan pemasaan. Aspek-aspek yang berkitan dengan keputusan pelanggan dari sisi pelanggan, seperti kepuasan dan antusiasme juga tercakup didalamnya.

Pergeseran paradigma dalam pemasaran menurut Dharmmesta (1997), sebagai berikut:

# Dari mass marketing ke target marketing

Dari pemasaran satu macam produk untuk semua orang menjadi produk tertentu untuk kelompok tertentu. Pemasar lebih memfokuskan pada kelompok pelanggan yang teridentifikasi dan bukan kepada semua kelompok.

# Dari mass marketing ke interactive marketing

Dari pelayanan pemasaran untuk konsumen secara massal menjadi pelayanan pemasaran oleh seluruh staf dan karyawan perusahaan yang diberikan kepada pelanggan,sehingga menciptakan hubungan timbal balik yang akrab secara individual.

# Dari transaction marketing ke relationship marketing

Dari pemasaran yang bertujuan untuk menciptakan transaksi menjadi pemasaran yang menciptakan jalinan hubungan jangka panjang dengan pelanggan.

# Dari Conventional Attacking strategy ke predatory marketing

Dari strategi pemasaran dengan cara menyerang sisi lemah pesaing menjadi menyerang sisi kekuatan pesaing.

# Dari customer satisfaction ke Lasting Customer Enthusiasm

Dari usaha memuaskan pelanggan melalui produk yang superior dan menggunakan bauran pemasaran untuk memuaskan pelanggan menjadi usaha mempengaruhi konsumen melalui aspek kognitif, afektif, dan konatif. Suatu aspek yang memerlukan perhatian untuk mencapai Lasting Customer enthusiasm yaitu aspek keakraban seperti halnya sebagai saudara dengan pelanggan.

# Dari Conventional Customer ke Green Customer

Dari konsumen yang masih belum menghendaki produk-produk yang ramah lingkungan menjadi konsumen yang perduli dan menghendaki produk-produk yang ramah lingkungan.

# Dari Traditional marketing system ke Customer engineering

Dari pemasaran yang mendasarkan program-programnya pada apa yang telah mereka lakukan pada masa lalu, menjadi pemasar yang memfokuskan pada pelanggan. Enam tahapan yang harus ditempuh dalam Customer engineering adalah: (1) Menganalisis pelanggan, (2) Mengembangkan basis data yang lengkap, (3) Menciptakan rancangan penjualan, (4) Membuat layak rancangan penjualan, (5) Membentuk angkatan penjualan langsung dan (6) Merealisasikan tahapan-tahapan di muka sambil melakukan pengukuran.

Posted in Relationship Marketing | Leave a Comment »